Bandung 2001
Hampa
kusadari….
tandukku, taringku, bahkan cakarku
telah tanggal
kadang……
jantungku pun berhenti berdetak
kala kuingat semua
apa yang aku rasakan ?
aku tak tahu
aku hanya bisa diam
dalam keretakan hati
dan kesekaratan
sebuah noktah pengharapan
aku bosan
Bandung 2004
Alam
angin tak lagi berhembus
tetapi desirnya masih terdengar
menggemuruh…..
porak porandakan
segala bangunan yang memang sangat rapuh….
aku tersudut
Bandung 2004
Nanar
ketunaan……
keegoan…..
ketidakberdayaan….
mengokohkan dinding diantara kita
hingga mentari terceraikan dari panasnya
rembulan terberaikan dari sendunya
kita terkapar
di keremangan jalan tanpa arah
Bandung 2004
Sebuah akhir
dan ternyata…..
bintang kita sudah hancur
berantakan……
berserakan….
luluh….
lantah….
tetapi aku berterima
Bandung 2004
Galau
matahariku ……
kau jadikan gerhana
bulanku….
kau jadikan nestapa
meraung-raung mimpiku berharap sirna
hingga cakrawala dipenuhi
biasan jingga
Bandung 2004
Simalakama
tinjumu terlalu pelak untukku
pukulanku menjatuhkanmu
kita bernyanyi….
di tepian sungai harapan
dengan liukan dan tarian kepedihan
namun bongkahan asa yang kita tunggu
tak jua tersiratkan
Bandung 2004
Metamorfosa
tak sepatah pun
kata-katamu
mengiris kupingku
atau membelah jantungku
jasadku…
terlalu indah
untuk kubiarkan
meleleh….
meretak…
atau meledak…..
bersama kepulan fantasimu
kau hanyalah
mimpi terburukku
Bandung 2004
Fatamorgana
wajahku serupa bulan purnama
tubuhku bak mentari di batas senja
dan senyumku,
laksana mutiara termahal yang pernah ada
kuterbius
oleh semua bualanmu
sampai kutemukan
nyawaku ada di genggamanmu
wujudmu memang seekor ular
Bandung 2004
Satu
alunan nada-nada cengeng
menggerogoti sebagian dinding hati
ketika siluet bayangmu
melintas di ujung malamku
tak dapat aku berpaling….
tak dapat pula aku menyanding…
hadirmu hanya merobek asa
membawa segara luka
dan langkah yang nyaris tanpa makna
kita dua kutub tak bernyawa
Bandung 2004
Fragmen
darahku membanjir
girus-sulkusku mencair
sendi-sendi tulangku mengalir
dadaku pun merintih getir
takala nama indahmu
terbersit… di kepingan rinduku
semuanya meruntuhkan
sejuta perasaan….
pengorbanan….
dan betonan tameng
tetapi semua tak terbendungkan
aku terlalu memujamu
Bandung 2004
Do’a
terbata-bata
untaian mutiara itu meluncur dari mulutku
mengendap-ngendap
ketika sang surya terjaga
hembusan nafas
begitu menyekat dada
membiaskan titik panas
di kelopak mata
bergelayut,
lalu turun
tak kuasa kupanggil namaMu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar